Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Akad Salam

Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Akad Salam
Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Akad Salam

Syarah Kitab Al-Ghayah wa At-Taqrib Matan Abu Syuja telah diberikan penjelasan (syarah) oleh para ulama, salah satunya adalah kitab Fathul Qarib al-Mujib atau al-Qaulul Mukhtar fi Syarah Ghayah al-Ikhtishar karya Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy (918 H / 1512 M). Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Qasim bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi al-Qahiri as-Syafi'i. Beliau lebih dikenal dengan "Ibn al-Gharabili". Beliau lahir di bulan Rajab 859 H/1455 M di Gaza, Palestina dan di kota inilah beliau memulai kehidupan. Tepatnya pada hari Rabu, 6 Muharram 918 H/1512 M beliau wafat.

Dalam kitab fathul qorib al-mujib ini dibahas tentang fiqih Mazhab Imam Syafi'i terdiri dari muqaddimah dan pembahasan ilmu fiqih yang secara garis besar terdiri atas empat bagian, yaitu tentang cara pelaksanaan ibadah, muamalat, masalah nikah, dan kajian hukum Islam yang berbicara tentang kriminalitas atau jinayat

berikut Terjemah Bab Akad Salam Kitab Fathul Qorib teks arab berharakat disertai translate arti bahasa indonesia

Bab Akad Salam

(فَصْلٌ)  فِيْ أَحْكَامِ السَّلَمِ

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum salam (pesan).

وَهُوَ وَالسَّلَفُ لُغَةً بِمَعْنًى وَاحِدٍ

Salam dan salaf secara bahasa memiliki makna yang sama.

وَشَرْعًا بَيْعُ شَيْئٍ مَوْصُوْفٍ فِيْ الذِّمَّةِ

Dan secara syara’ adalah menjual sesuatu yang diberi sifat di dalam tanggungan.

وَلَا يَصِحُّ إِلَّا بِإِيْجَابٍ وَقَبُوْلٍ

Salam tidak sah kecuali dengan ijab (serah) dan qabul (terima).

(وَيَصِحُّ السَّلَمُ حَالًا وَمُؤَجَّلًا)

Akad salam hukumnya sah dengan cara hal (kontan) dan muajjal (tempo).

فَإِنْ أُطْلِقَ السَّلَمُ انْعَقَدَ حَالًا فِيْ الْأَصَحِّ

Jika akad salam dimutlakkan, maka menjadi sah dengan cara kontan menurut pendapat ashah.


Syarat-Syarat Akad Salam

 

وَإِنَّمَا يَصِحُّ السَّلَمُ (فِيْمَا) أَيْ فِيْ شَيْئٍ (تَكَامَلَ فِيْهِ خَمْسُ شَرَائِطَ)

Akad salam hanya sah pada barang yang memenuhi lima syarat.

أَحَدُهَا (أَنْ يَكُوْنَ) الْمُسْلَمُ فِيْهِ (مَضْبُوْطًا بِالصِّفَةِ) الَّتِيْ يَخْتَلِفُ بِهَا الْغَرَضُ فِيْ الْمُسْلَمِ فِيْهِ

Salah satunya adalah muslam fih (barang yang dipesan) harus di batasi dengan sifat yang bisa menimbulkan berbeda-bedanya keinginan di dalam barang yang dipesan tersebut.

بِحَيْثُ تَنْتَفِيْ بِالصِّفَةِ الْجَهَالَةُ فِيْهِ

Sekira dengan sifat tersebut ketidakjelasan barang yang dipesan menjadi hilang.

وَلَا يَكُوْنُ ذِكْرُ الْأَوْصَافِ عَلَى وَجْهٍ يُؤَدِّيْ لِعِزَّةِ الْوُجُوْدِ فِي الْمُسْلَمِ فِيْهِ كَلُؤْلُؤٍ كِبَارٍ وَجَارِيَةٍ وَأُخْتِهَا أَوْ وَلَدِهَا.

Penyebutan sifat tidak boleh dengan cara yang bisa mengantarkan barang yang dipesan tersebut sulit  ditemukan, sepeti intan yang besar, dan budak wanita beserta saudara perempuannya atau beserta anaknya.

(وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَكُوْنَ جِنْسًا لَمْ يَخْتَلِطْ بِهِ غَيْرُهُ)

Yang ke dua, barang yang dipesan harus berupa jenis yang tidak bercampur dengan jenis yang lain.

فَلَا يَصِحُّ السَّلَمُ فِيْ الْمُخْتَلِطِ الْمَقْصُوْدِ الْأَجْزَاءِ الَّتِيْ لَا تَنْضَبِطْ كَهَرِيْسَةٍ وَمَعْجُوْنٍ

Sehingga tidak sah melakukan akad salam pada barang yang bercampur bahan-bahan pokoknya serta tidak jelas batasannya, seperti jenang harisah dan minyak ma’jun.

فَإِنِ انْضَبَطَتْ أَجْزَاؤُهُ صَحَّ السَّلَمُ فِيْهِ كَجُبْنٍ

Jika bahan-bahannya jelas ukurannya, maka sah melakukan akad salam pada barang tersebut seperti mentega.

وَالشَّرْطُ الثَّالِثُ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِهِ (وَلَمْ يَدْخُلْهُ النَّارُ لِإِحَالَتِهِ) أَيْ بِأَنْ دَخَلَتْهُ لِطَبْخٍ أَوْ شَيٍّ

Syarat yang ke tiga disebutkan di dalam perkataan mushannif, “dan barang tersebut tidak diproses dengan api”, maksudnya api yang digunakan untuk menanak atau menggoreng barang tersebut.

فَإِنْ دَخَلَتْهُ النَّارُ لِلتَّمْيِيْزِ كَالْعَسَلِ وَالسَّمِنِ صَحَّ السَّلَمُ فِيْهِ

Jika api digunakan pada barang tersebut untuk memisahkan seperti madu dan minyak samin, maka sah melakukan akad salam pada barang tersebut.

(وَ) الرَّابِعُ (أَنْ لَا يَكُوْنَ) الْمُسْلَمُ فِيْهِ (مُعَيَّنًا) بَلْ دَيْنًا

Syarat yang ke empat adalah barang yang dipesan tidak boleh muayyan (sudah ditentukan), bahkan harus berupa hutang.

فَلَوْ كَانَ مُعَيَّنًا كَأَسْلَمْتُ إِلَيْكَ هَذَا الثَّوْبَ مَثَلًا فِيْ هَذَا الْعَبْدِ فَلَيْسَ بِسَلَمٍ قَطْعًا وَلَا يَنْعَقِدُ أَيْضًا بَيْعًا فِيْ الْأَظْهَرِ

Sehingga, kalau muslam fih-nya sudah ditentukan, seperti “aku menyerahkan baju ini seumpama padamu untuk memesan budak ini”, maka secara pasti hal itu bukanlah akad salam, dan juga tidak bisa sah menjadi akad bai’ menurut pendapat adlhar.

(وَ) الَخَامِسُ أَنْ (لَا) يَكُوْنَ (مِنْ مُعَيَّنٍ) كَأَسْلَمْتُ إِلَيْكَ هَذَا الدِّرْهَمَ فِيْ صَاعٍ مِنَ هَذِهِ الصُّبْرَةِ.

Syarat ke lima adalah muslam fih tidak boleh dikhususkan dari barang yang sudah ditentukan, seperti, “saya menyerahkan dirham ini padamu untuk memesan satu sha’ dari tumpukkan ini”.


Syarat Muslam Bih

(ثُمَّ لِصِحَّةِ الْمُسْلَمِ فِيْهِ ثَمَانِيَةُ شَرَائِطَ)

Kemudian, sahnya muslam fih memiliki delapan syarat.

وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَيَصِحُّ السَّلَمُ بِثَمَانِيَةِ شَرَائِطَ

Di dalam sebagian redaksi, “akad salam hukumnya sah dengan delapan syarat.”

الْأَوَّلُ مَذْكُوْرٌ فِي قَوْلِ الْمُصَنِّفِ (وَهُوَ أَنْ يَصِفَهُ بَعْدَ ذِكْرِ جِنْسِهِ وَنَوْعِهِ بِالصَّفَاتِ الَّتِيْ يَخْتَلِفُ بِهَا الثَّمَنُ)

Yang pertama disebutkan di dalam perkataan mushannif, “setelah menyebutkan jenis dan macamnya, orang yang memesan harus memberi sifat pada muslam fih dengan sifat yang bisa mempengaruhi harga.

فَيَذْكُرُ فِي السَّلَمِ فِي رَقِيْقٍ مَثَلًا نَوْعَهُ كَتُرْكِيٍّ أَوْ هِنْدِيٍّ وَذُكُوْرَتَهُ أَوْ أُنُوْثَتَهُ وَسِنَّهُ تَقْرِيْبًا وَقَدَّهُ طُوْلًا أَوْ قَصْرًا أَوْ رَبْعَةً وَلَوْنَهُ كَأَبْيَضَ وَيَصِفُ بَيَاضَهُ بِسُمْرَةٍ أَوْ شُقْرَةٍ

Sehingga, saat memesan budak semisal, maka ia harus menyebutkan macamnya seperti budak Turki atau India, dan menyebutkan jenis laki-laki atau perempuan, kira-kira usianya, ukurannya tinggi, pendek atau sedang, dan menyebutkan warna kulitnya seperti putih dan mensifati putihnya dengan agak kemerahan atau merah mulus.

وَيَذْكُرُ فِيْ الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالْخَيْلِ وَالْبِغَالِ وَالْحَمِيْرِ الذُّكُوْرَةَ وَالْأُنُوْثَةَ وَالسِّنَّ وَاللَّوْنَ وَالنَّوْعَ

Saat memesan onta, sapi, kambing, kuda, bighal dan keledai, ia menyebutkan jenis jantan, betina, usia, warna dan macamnya.

وَيَذْكُرُ فِي الطَّيْرِ النَّوْعَ وَالصِّغَرَ وَالْكِبَرَ وَالذُّكُوْرَةَ وَالْأُنُوْثَةَ وَالسِّنَّ إِنْ عُرِفَ

Saat memesan burung, ia menyebutkan macam, kecil, besar, jantan, betina, dan usianya jika diketahui.

وَيَذْكُرُ فِيْ الثَّوْبِ الْجِنْسَ كَقُطْنٍ أَوْ كَتَّانٍ أَوْ حَرِيْرٍ وَالنَّوْعَ كَقُطْنٍ عِرَاقِيٍّ وَالطُّوْلَ وَالْعَرْضَ وَالْغِلْظَةَ وَالدِّقَّةَ وَالصَّفَاقَةَ وَالرِّقَّةَ وَالنُّعُوْمَةَ وَالْخُشُوْنَةِ

Saat memesan baju, ia menyebutkan jenis seperti kapas, kattan, atau sutra, dan menyebutkan macamnya seperti kapas negri Iraq, menyebutkan panjang, lebar, tebal, tipis, rapat, renggang, halus dan kasarnya.

وَيُقَاسُ بِهَذِهِ الصُّوَرِ غَيْرُهَا

Untuk contoh-contoh yang lain disamakan dengan contoh-contoh ini.

وَمُطْلَقُ السَّلَمِ فِيْ الثَّوْبِ يُحْمَلُ عَلَى الْخَامِ لَا عَلَى الْمَقْصُوْرِ

Akad salam pada baju yang dimutlakkan, maka diarahkan kepada baju yang baru bukan baju bekas yang diwarna lagi.

(وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَذْكُرَ قَدْرَهُ بِمَا يَنْفِي الْجَهَالَةَ عَنْهُ)

Yang ke dua adalah menyebutkan ukurannya dengan sesuatu yang bisa menghilangkan ketidakjelasan pada muslam fih.

أَيْ أَنْ يَكُوْنَ الْمُسْلَمُ فِيْهِ مَعْلُوْمَ الْقَدْرِ كَيْلًا فِيْ مَكِيْلٍ وَوَزْنًا فِيْ مَوْزُوْنٍ وَعَدًّا فِيْ مَعْدُوْدٍ وَذَرْعًا فِيْ مَذْرُوْعٍ

Maksudnya, muslam fih harus diketahui ukurannya, yaitu takarannya pada barang yang ditakar, timbangannya pada barang yang ditimbang, hitungannya pada barang yang dihitung, dan ukurannya pada barang yang diukur.

وَالثَّالِثُ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِ الْمُصَنِّفِ

Yang ke tiga disebutkan di dalam perkataan mushannif,

(وَإِنْ كَانَ) السَّلَمُ (مُؤَجَّلًا ذَكَرَ) الْعَاقِدُ (وَقْتَ مَحِلِّهِ) أَيِ الْأَجَلِ كَشَهْرِ كَذَا

Jika akad salam dilakukan dengan tempo, maka orang yang melakukan akad harus menyebutkan waktu jatuh temponya, maksudnya jatuh temponya seperti bulan ini.

فَلَوْ أَجَّلَ السَّلَمَ بِقُدُوْمِ زَيْدٍ مَثَلًا لَمْ يَصِحَّ

Jika ia memberi tempo akad salam dengan kedatangan Zaid semisal, maka akad salamnya tidak sah.

(وَ) الرَّابِعُ (أَنْ يَكُوْنَ) الْمُسْلَمُ فِيْهِ (مَوْجُوْدًا عِنْدَ الْاِسْتِحْقَاقِ فِيْ الْغَالِبِ) أَيِ اسْتِحْقَاقِ تَسْلِيْمِ الْمُسْلَمِ فِيْه

Yang ke empat muslam fih-nya wujud saat waktu penerimaan menurut ukuran kebiasaannya. Maksudnya, waktu meng-haki untuk menyerahkan muslam fih.

فَلَوْ أَسْلَمَ فِيْمَا لَا يُوْجَدُ عِنْدَ الْمَحِلِّ كَرُطَبٍ فِيْ الشِّتَاءِ لَمْ يَصِحَّ

Sehingga, seandainya seseorang melakukan akad salam pada barang yang tidak ditemukan saat jatuh tempo, seperti kurma basah di musim dingin, maka akad salamnya tidak sah.

(وَ) الْخَامِسُ (أَنْ يَذْكُرَ مَوْضِعَ قَبْضِهِ) أَيْ مَحَلَّ التَّسْلِيْمِ

Yang ke lima adalah menyebutkan tempat penerimaan muslam fih, maksudnya tempat menyerahkan.

إِنْ كَانَ الْمَوْضِعُ لَايَصْلُحُ لَهُ أَوْ صَلُحَ لَهُ وَلَكِنْ لِحَمْلِهِ إِلَى مَوْضِعِ التَّسْلِيْمِ مُؤْنَةٌ

Jika tempat akad pertama tidak layak untuk itu, atau layak namun butuh biaya untuk membawa muslam fih ke tempat penyerahan.

(وَ) السَّادِسُ (أَنْ يَكُوْنَ الثَّمَنُ مَعْلُوْمًا) بِالْقَدْرِ أَوْ بِالرُّؤْيَةِ لَهُ

Yang ke enam, tsaman-nya harus diketahui dengan ukuran atau langsung melihatnya.

(وَ) السَّابِعُ (أَنْ يَتَقَابَضَا) أَيِ الْمُسْلِمُ وَالْمُسْلَمُ إِلَيْهِ فِيْ مَجْلِسِ الْعَقْدِ (قَبْلَ التَّفَرُّقِ)

Yang ke tujuh, keduanya, maksudnya muslim (orang yang memesan) dan muslam ilaih (orang yang dipesan) harus melakukan serah terima tsaman sebelum berpisah.

فَلَوْ تَفَرَّقَا قَبْلَ قَبْضِ رَأْسِ الْمَالِ بَطَلَ الْعَقْدُ

Seandainya keduanya berpisah sebelum menerima ra’sul mal (barang yang digunakan sebagai harga), maka akad salam tersebut menjadi batal.

أَوْ بَعْدَ قَبْضِ بَعْضِهِ فَفِيْهِ خِلَافُ تَفْرِيْقِ الصُّفْقَةِ

Atau setelah menerima sebagiannya saja, maka dalam permasalahan ini terjadi perbedaan pendapat di dalam tafriqus shufqah.

وَالْمُعْتَبَرُ الْقَبْضُ الْحَقِيْقِيُّ

Yang diharuskan adalah penerimaan secara hakiki.

فَلَوْ أَحَالَ الْمُسْلِمُ بِرَأْسِ مَالِ السَّلَمِ وَقَبَضَهُ الْمُخْتَالُ وَهُوَ الْمُسْلَمُ إِلَيْهِ مِنَ الْمُحَالِ عَلَيْهِ فِيْ الْمَجْلِسِ لَمْ يَكْفِ

Sehingga, seandainya muslim melakukan akad hiwalah (pengalihan hutang) dengan ro’sul malnya akad salam, dan muhtal (orang yang menerima peralihan) yaitu muslam ilaih menerima barang tersebut dari muhal alaih (orang yang diberi beban hutang) di tempat akad, maka hal itu tidak mencukupi.

(وَ) الثَّامِنُ (أَنْ يَكُوْنَ عَقْدُ السَّلَمِ نَاجِزًا لَايَدْخُلُهُ خِيَارُ الشَّرْطِ)

Yang ke delapan, akad salam harus dilakukan dengan cara najizan (langsung), tidak berlaku khiyar syarat pada akad salam.

بِخِلَافِ خِيَارِ الْمَجْلِسِ فَإِنَّهُ يَدْخُلُهُ.

Berbeda dengan khiyar majlis, maka sesungguhnya khiyar majlis bisa masuk pada akad salam.


Posting Komentar untuk "Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Akad Salam"