Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Rukun-Rukun Haji

Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Rukun-Rukun Haji
Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Rukun-Rukun Haji


Syarah Kitab Al-Ghayah wa At-Taqrib Matan Abu Syuja telah diberikan penjelasan (syarah) oleh para ulama, salah satunya adalah kitab Fathul Qarib al-Mujib atau al-Qaulul Mukhtar fi Syarah Ghayah al-Ikhtishar karya Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy (918 H / 1512 M). Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Qasim bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi al-Qahiri as-Syafi'i. Beliau lebih dikenal dengan "Ibn al-Gharabili". Beliau lahir di bulan Rajab 859 H/1455 M di Gaza, Palestina dan di kota inilah beliau memulai kehidupan. Tepatnya pada hari Rabu, 6 Muharram 918 H/1512 M beliau wafat.

Dalam kitab fathul qorib al-mujib ini dibahas tentang fiqih Mazhab Imam Syafi'i terdiri dari muqaddimah dan pembahasan ilmu fiqih yang secara garis besar terdiri atas empat bagian, yaitu tentang cara pelaksanaan ibadah, muamalat, masalah nikah, dan kajian hukum Islam yang berbicara tentang kriminalitas atau jinayat

berikut Terjemah Bab Rukun-Rukun Haji Kitab Fathul Qorib teks arab berharakat disertai translate arti bahasa indonesia

Rukun-Rukun Haji

(وَأَرْكَانُ الْحَجِّ أَرْبَعَةٌ)

Rukun-rukun haji ada empat.

أَحَدُهَا (الْإِحْرَامُ مَعَ النِّيَّةِ) أَيْ نِيَّةِ الدُّخُوْلِ فِي الْحَجِّ

Salah satunya adalah ihram disertainya niat, maksudnya niat masuk di dalam ibadah haji.

(وَ) الثَّانِيِ (الْوُقُوْفُ بِعَرَفَةَ)

Yang ke dua adalah wukuf di Arafah.

وَالْمُرَادُ حُضُوْرُ الْمُحْرِمِ بِالْحَجِّ لَحْظَةً بَعْدَ زَوَالِ الشَّمْسِ يَوْمَ عَرَفَةَ وَهُوَ الْيَوْمُ التَّاسِعُ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ

Yang dikehendaki adalah kehadiran orang yang ihram haji dalam waktu sebentar setelah tergelincirnya matahari di hari Arafah, yaitu hari ke sembilan dari bulan Dzul Hijjah.

بِشَرْطِ كَوْنِ الْوَاقِفِ أَهْلًا لِلْعِبَادَةِ لَا مَجْنُوْنًا وَ لَا مُغْمَى عَلَيْهِ

Dengan syarat orang yang wukuf termasuk ahli untuk melakukan ibadah, bukan orang yang sedang gila dan bukan orang yang epilepsi.

وَيَسْتَمِرُّ وَقْتُ الْوُقُوْفِ إِلَى فَجْرِ يَوْمِ النَّحْرِ وَهُوَ الْعَاشِرُ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ

Waktu wukuf tetap berlanjut hingga terbitnya fajar hari raya kurban, yaitu hari ke sepuluh dari bulan Dzul Hijjah.

(وَ) الثَّالِثُ (الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ) سَبْعَ طَوَفَاتٍ

Yang ke tiga adalah thawaf di Baitulllah sebanyak tujuh kali thawafan.

جَاعِلًا فْيْ طَوَافِهِ الْبَيْتَ عَنْ يَسَارِهِ مُبْتَدِئًا بِالْحَجَرِ الْأَسْوَدِ مُحَاذِيًا لَهُ فِيْ مُرُوْرِهِ بِجَمِيْعِ بَدَنِهِ

Saat tahwaf, ia memposisikan Baitullah di sebelah kirinya dan memulai dari Hajar Aswad tepat lurus dengan seluruh badannya saat berjalan.

فَلَوْ بَدَأَ بِغَيْرِ الْحَجَرِ لَمْ يُحْسَبْ لَهُ.

Seandainya ia memulai thawaf dari selain Hajar Aswad, maka thawaf yang ia lakukan tidak dianggap.

(وَ) الرَّابِعُ (السَّعْيُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ) سَبْعَ مَرَّاتٍ

Rukun ke empat adalah sa’i di antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.

وَشَرْطُهُ أَنْ يَبْتَدِأَ فِيْ أَوَّلِ مَرَّةٍ بِالصَّفَا وَيَخْتِمَ بِالْمَرْوَةِ

Syaratnya adalah memulai sa’i pertama dari bukit Shafa dan di akhiri di bukit Marwah.

وَيُحْسَبُ ذِهَابُهُ مِنَ الصَّفَا إِلَى الْمَرْوَةِ مَرَّةً وَعَوْدُهُ مِنْهَا إِلَيْهِ مَرَّةً أُخْرَى

Perjalanannya dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan kembali dari Marwah ke Shafa juga dihitung satu kali.

وَالصَّفَا بِالْقَصْرِ طَرْفُ جَبَلِ أَبِيْ قَبَيْسٍ

Shafa, dengan alif qashr di akhirnya, adalah tepi gunung Abi Qubais.

وَالْمَرْوَةُ بِفَتْحِ الْمِيْمِ عَلَمٌ عَلَى الْمَوْضِعِ الْمَعْرُوْفِ بِمَكَّةَ

Dan Marwah, dengan terbaca fathah huruf mimnya, adalah nama suatu tempat yang sudah dikenal di Makkah.

وَبَقِيَ مِنْ أَرْكَانِ الْحَجِّ الْحَلْقُ أَوِ التَّقْصِيْرُ إِنْ جَعَلْنَا كُلًّا مِنْهُمَا نُسُكًا وَهُوَ الْمَشْهُوْرُ

Masih ada rukun-rukun haji yang tersisa, yaitu mencukur atau memotong rambut, jika kita menjadikan masing-masing dari keduanya termasuk rangkaian ibadah haji. Dan ini adalah pendapat yang masyhur.

فَإِنْ قُلْنَا أَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا اسْتِبَاحَةَ مَحْظُوْرٍ فَلَيْسَا مِنَ الْأَرْكَانِ

Jika kita mengatakan bahwa masing-masing dari keduanya adalah bentuk perbuatan untuk memperbolehkan hal-hal yang diharamkan saat haji, maka keduanya bukan termasuk rukun-rukun haji.

وَيَجِبُ تَقْدِيْمُ الْإِحْرَامِ عَلَى كُلِّ الْأَرْكَانِ السَّابِقَةِ.

Dan wajib mendahulukan ihram dari semua rukun-rukun haji yang lain.


Posting Komentar untuk "Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Rukun-Rukun Haji"