Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Hal-Hal Yang Diharamkan Saat Ihram

Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Bab Hal-Hal Yang Diharamkan Saat Ihram
Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Bab Hal-Hal Yang Diharamkan Saat Ihram

Syarah Kitab Al-Ghayah wa At-Taqrib Matan Abu Syuja telah diberikan penjelasan (syarah) oleh para ulama, salah satunya adalah kitab Fathul Qarib al-Mujib atau al-Qaulul Mukhtar fi Syarah Ghayah al-Ikhtishar karya Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy (918 H / 1512 M). Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Qasim bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi al-Qahiri as-Syafi'i. Beliau lebih dikenal dengan "Ibn al-Gharabili". Beliau lahir di bulan Rajab 859 H/1455 M di Gaza, Palestina dan di kota inilah beliau memulai kehidupan. Tepatnya pada hari Rabu, 6 Muharram 918 H/1512 M beliau wafat.


Dalam kitab fathul qorib al-mujib ini dibahas tentang fiqih Mazhab Imam Syafi'i terdiri dari muqaddimah dan pembahasan ilmu fiqih yang secara garis besar terdiri atas empat bagian, yaitu tentang cara pelaksanaan ibadah, muamalat, masalah nikah, dan kajian hukum Islam yang berbicara tentang kriminalitas atau jinayat

berikut Terjemah Bab Hal-Hal Yang Diharamkan Saat Ihram Kitab Fathul Qorib teks arab berharakat disertai translate arti bahasa indonesia

Hal-Hal Yang Diharamkan Saat Ihram

(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ مُحَرَّمَاتِ الْإِحْرَامِ

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum muharramatul ihram (hal-hal yang diharamkan saat ihram).

وَهِيَ مَا يَحْرُمُ بِسَبَبِ الْإِحْرَامِ

Muharramatul ihram adalah hal-hal yang haram sebab ihram.

(وَيَحْرُمُ عَلَى الْمُحْرِمِ عَشْرَةُ أَشْيَاءَ)

Ada sepuluh perkara yang diharamkan bagi orang yang sedang melaksanakan ihram.

أَحَدُهَا (لَبْسُ الْمَخِيْطِ) كَقَمِيْصٍ وَقُبَاءٍ وَخُفٍّ وَلَبْسُ الْمَنْسُوْجِ كَدَرْعٍ أَوِ الَمَعْقُوْدِ كَلَبَدٍ فِيْ جَمِيْعِ بَدَنِهِ

Salah satunya adalah mengenakan pakaian yang berjahit seperti ghamis, juba dan muza. Mengenakan pakaian yang ditenun seperti baju jira. Atau pakaian yang digelung seperti pakaian yang digelungkan ke seluruh badan.

(وَ) الثَّانِيْ (تَغْطِيَّةُ الرَّأْسِ) أَوْبَعْضِهَا (مِنَ الرَّجُلِ) بِمَا يُعَدُّ سَاتِرًا كَعِمَامَةٍ وَطِيْنٍ

Yang ke dua adalah menutup kepala atau sebagiannya bagi orang laki-laki dengan menggunakan sesuatu yang dianggap sebagai penutup -secara ‘urf-seperti surban dan tanah liat.

فَإِنْ لَمْ يُعَدَّ سَاتِرًا لَمْ يَضُرَّ كَوَضْعِ يَدِّهِ عَلَى بَعْضِ رَأْسِهِ وَكَانْغِمَاسِهِ فِيْ مَاءٍ وَاسْتِظْلَالِهِ بِمَحْمِلٍ وَإِنْ مَسَّ رَأْسَهُ

Jika yang digunakan tidak dianggap sebagai penutup, maka tidak masalah seperti meletakkan tangan di atas sebagian kepalanya. Dan seperti berendam di dalam air, dan berteduh di bawah tandu yang berada di atas onta, walaupun sampai menyentuh kepalanya.

(وَ) تَغْطِيَّةُ (الْوَجْهِ) أَوْبَعْضِهِ (مِنَ الْمَرْأَةِ) بِمَا يُعَدُّ سَاتِرًا

Dan menutup wajah atau sebagiannya bagi orang wanita dengan menggunakan sesuatu yang dianggap penutup.

وَيَجِبُ عَلَيْهَا أَنْ تَسْتُرَ مِنْ وَجْهِهَا مَا لَا يَتَأَتَّى سَتْرُ جَمِيْعِ الرَّأْسِ إِلَّا بِهِ

Bagi seorang wanita wajib menutup bagian wajah yang tidak mungkin baginya untuk menutup kepala kecuali dengan menutup bagian wajah tersebut.

وَلَهَا أَنْ تُسْبِلَ عَلَى وَجْهِهَا ثَوْبًا مُتَجَافِيًا عَنْهُ بِخَشَبَةٍ وَنَحْوِهَا

Bagi seorang wanita diperkenankan untuk mengenakan cadar yang direnggangkan -tidak sampai menyentuh- dari wajah dengan menggunakan kayu dan sesamanya.

وَالْخُنْثَى كَمَا قَالَهُ الْقَاضِيْ أَبُوْ الطَّيِّبِ يُؤْمَرُ بِالسَّتْرِ وَلَبْسِ الْمَخِيْطِ

Seorang khuntsa, sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh Qadli Abu Thayyib, diperintah agar menutup kepalanya, dan diperkenankan untuk mengenakan pakaian berjahit.

وَأَمَّا الْفِدْيَةُ فَالَّذِيْ عَلَيْهِ الْجُمْهُوْرُ أَنَّهُ إِنْ سَتَرَ وَجْهَهُ أَوْ رَأْسَهُ لَمْ تَجِبِ الْفِدْيَةُ لِلشَّكِّ وَإِنْ سَتَرَهُمَا وَجَبَتْ

Adapun masalah fidyahnya, maka menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama’) bahwa sesungguhnya seorang khuntsa jika menutup wajah atau kepalanya, maka tidak wajib fidyah karena masih ada keraguan. Namun jika menutup keduanya, maka wajib fidyah.

(وَ) الثَّالِثُ (تَرْجِيْلُ) أَيْ تَسْرِيْحُ (الشَّعْرِ)

Yang ke tiga adalah menyisir rambut.

كَذَا عَدَّهُ الْمُصَنِّفُ مِنَ الْمُحَرَّمَاتِ

Begitulah mushannif memasukkan hal tersebut termasuk dari hal-hal yang diharamkan.

لَكِنِ الَّذِيْ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ أَنَّهُ مَكْرُوْهٌ وَكَذَا حَكُّ الشَّعْرِ بِالظُّفْرِ

Akan tetapi keterangan di dalam kitab Syarh al Muhadzdzab menyatakan bahwa sesungguhnya menyisir rambut hukumnya makruh, begitu juga menggaruk rambut dengan kuku.

(وَالرَّابِعُ حَلْقُهُ) أَيْ الشَّعْرِ أَوْ نَتْفُهُ أَوْ إِحْرَاقُهُ

Yang ke empat adalah mencukur rambut, mencabut atau membakarnya.

وَالْمُرَادُ إِزَالَتُهُ بِأَيِّ طَرِيْقٍ كَانَ وَلَوْ نَاسِيًا

Yang dikehendaki adalah menghilangkan rambut dengan cara apapun, walaupun ia dalam keadaan lupa.

(وَ) الْخَامِسُ (تَقْلِيْمُ الْأَظْفَارِ) أَيْ إِزَالَتُهَا مِنْ يَدٍّ أَوْ رِجْلٍ بِتَقْلِيْمٍ أَوْ غَيْرِهِ

Yang ke lima adalah memotong kuku, maksudnya menghilangkannya, baik kuku tangan atau kaki dengan dipotong atau yang lainnya.

إِلَّا إِذَا انْكَسَرَ بَعْضُ ظُفْرِ الْمُحْرِمِ وَتَأَذَّى بِهِ فَلَهُ إِزَالَةُ الْمُنْكَسِرِ فَقَطْ

Kecuali ketika sebagian kuku orang yang sedang ihram pecah dan ia merasa kesakitan dengan hal tersebut, maka baginya diperbolehkan untuk menghilangkan bagian kuku yang pecah saja.

(وَ) السَّادِسُ (الطِّيْبُ) أَيِ اسْتِعْمَالُهُ قَصْدًا بِمَا يُقْصَدُ مِنْهُ رَائِحَةُ الطِّيْبِ نَحْوُ مِسْكٍ وَكَافُوْرٍ

Yang ke enam adalah wangi-wangian, maksudnya menggunakan wewangian secara sengaja dengan sesuatu yang memang ditujukan untuk menghasilkan bauh wangi seperti misik dan kapur barus.

فِيْ ثَوْبِهِ بِأَنْ يُلْصِقَهُ بِهِ عَلَى الْوَجْهِ الْمُعْتَادِ فِي اسْتِعْمَالِهِ وَفِيْ بَدَنِهِ ظَاهِرِهِ أَوْ بَاطِنِهِ كَأَكْلِهِ الطِّيْبَ

-menggunakan- di pakaian dengan cara menemukan wewangian tersebut pada pakaian dengan cara yang telah terbiasa di dalam penggunaannya. Dan -menggunakan- di badan, bagian luar atau dalam seperti ia memakan wangi-wangian.

وَلَا فَرْقَ فِيْ مُسْتَعْمِلِ الطِّيْبِ بَيْنَ كَوْنِهِ رَجُلًا أَوِ امْرَأَةً أَخْشَمَ كَانَ أَوْ لَا

Tidak ada perbedaan pada orang yang menggunakan wewangian tersebut, antara orang laki-laki atau perempuan, orang akhsyam (indra pembaunya tidak berfungsi) atau tidak.

وَخَرَجَ بِقَصْدًا مَا لَوْ أَلْقَتْ عَلَيْهِ الرِّيْحُ طِيْبًا أَوْ أُكْرِهَ عَلَى اسْتِعْمَالِهِ أَوْ جَهِلَ تَحْرِيْمَهُ أَوْ نَسِيَ أَنَّهُ مُحْرِمٌ فَإِنَّهُ لَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ

Dengan ungkapan “secara sengaja” mengecualikan jika hembusan angin membawa wewangian yang mengenai dirinya, atau ia dipaksa untuk menggunakannya, tidak tahu akan keharamannya, atau lupa bahwa sesungguhnya ia sedang melaksanakan ihram, maka sesungguhnya tidak ada kewajiban fidyah bagi dia.

فَإِنْ عَلِمَ تَحْرِيْمَهُ وَجَهِلَ الْفِدْيَةَ وَجَبَتْ

Jika ia tahu akan keharamannya dan tidak tahu akan kewajiban fidyahnya, maka tetap wajib membayar fidyah.

(وَ) السَّابِعُ (قَتْلُ الصَّيْدِ) الْبَرِّيِّ الْمَأْكُوْلِ أَوْ مَا فِيْ أَصْلِهُ مَأْكُوْلٌ مِنْ وَحْشٍ وَطَيْرٍ

Yang ke tujuh adalah membunuh binatang buruan yang hidup di darat dan halal dimakan, atau induknya ada yang halal dimakan seperti binatang liar dan burung.

وَيَحْرُمُ أَيْضًا صَيْدُهُ وَوَضْعُ الْيَدِّ عَلَيْهِ وَالتَّعَرُّضُ لِجُزْئِهِ وَشَعْرِهِ وَرِيْشِهِ

Dan juga haram memburunya, menguasainya, dan mengganggu bagian badan, bulu halus dan bulu kasarnya.

(وَ) الثَّامِنُ (عَقْدُ النِّكَاحِ)

Yang ke delapan adalah akad nikah.

فَيَحْرُمُ عَلَى الْمُحْرِمِ أَنْ يَعْقِدَ النِّكَاحَ لِنَفْسِهِ أَوْ غَيْرِهِ بِوَكَالَةٍ اَوْ وِلَايَةٍ

Maka bagi orang yang sedang ihram, haram melakukan akad nikah untuk dirinya sendiri atau orang lain dengan cara wakil atau menjadi wali.

(وَ) التَّاسِعُ (الْوَطْءُ) مِنْ عَاقِلٍ عَالِمٍ بِالتَّحْرِيْمِ سَوَاءٌ جَامَعَ فِيْ حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ فِيْ قُبُلٍ أَوْ دُبُرٍ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثًى زَوْجَةٍ أَوْ مَمْلُوْكَةٍ أَوْ أَجْنَبِيَّةٍ

Yang ke sembilan adalah wathi yang dilakukan oleh orang yang berakal dan mengetahui keharamannya, baik melakukan jima’ saat ihram haji atau umrah, di jalan depan atau belakang, dengan laki-laki atau perempuan, istri, budak perempuan yang di miliki atau dengan wanita lain.

(وَ) الْعَاشِرُ (الْمُبَاشَرَةُ) فِيْمَا دُوْنَ الْفَرْجِ كَلَمْسٍ وَقُبْلَةٍ (بِشَهْوَةٍ)

Yang ke sepuluh adalah bersentuhan kulit selain bagian farji seperti menyentuh atau mencium dengan birahi.

أَمَّا بِغَيْرِ شَهْوَةٍ فَلَا يَحْرُمُ

Adapun bersentuhan kulit tidak dengan birahi, maka hukumnya tidak haram.

(وَفِيْ جَمِيْعِ ذَلِكَ) أَيِ الْمُحَرَّمَاتِ السَّابِقَةِ (الْفِدْيَةُ) وَسَيَأْتِيْ بَيَانُهَا

Di dalam semua hal tersebut, maksudnya hal-hal yang diharamkan yang telah disebutkan, wajib membayar fidyah, dan akan dijelaskan di belakang.

Posting Komentar untuk "Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab Hal-Hal Yang Diharamkan Saat Ihram"